Jagat dunia maya minggu ini sempat dihebohkan dengan kasus Pekerjaan Rumah (PR) matematika di salah satu SD. PR anak kelas 2 SD itu ramai dibahas di media sosial. Berbagai komentar pun muncul atas PR yang diunggah di facebook oleh akun Muhammad Erfas Maulana. Dalam PR tersebut, sang kakak Erfas, Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Universitas Diponegoro membantu sang adik mengerjakan PR nya.
“Suatu malam adek saya kelas 2 SD mendapat PR dari gurunya, soal 4+4+4+4+4+4 = x = karena adek saya belom paham maksud dari soal tersebut, akhirnya adek saya bertanya kepada saya,” katanya.
“Mulai lah saya mengajarkan adek saya cara perkalian yang menurut saya lebih mudah dipahami oleh anak kelas 2 SD, 4+4+4+4+4+4 = 4 x 6 = 24, dengan alasan empatnya ada enam kali. Saat itu saya tidak berpikir posisi angka 4 dan 6, toh hasilnya sama saja, toh soalnya “=….x….=”.”
Namun, Erfas terkejut setelah mendapati adiknya mengatakan nilai yang didapat hanya 20. Adiknya mengatakan cara yang diajarkan Erfas salah. Atas peristiwa itu, Erfas menyebut terjadi kesalahan saat sang guru mengajari adiknya menjawab soal. Demikian salah satu media sosial melaporkan.
Kasus ini bahkan menarik perhatian dua profesor untuk berargumentasi. Profesor fisika, Prof. Yohanes Surya, berkomentar, “…bila diminta mengekspresikan 4+4+4+4+4+4 dalam perkalian, maka jawabannya adalah 6×4. Itu bukan soal benar salah, melainkan kesepakatan dalam mengekspresikan penjumlahan berulang dalam perkalian.”
Sedangkan Prof Iwan Pranoto, dosen Matematika ITB, mengomentari penjelasan fisikawan Prof. Yohanes Surya sebagai berikut, “…4×6 ataupun 6×4 sebenarnya sama. Namun, bisa saja salah bila dilihat dalam konteks tertentu. Prof. Iwan memberi ilustrasi. Ia mencontohkan, bila pertanyaan guru adalah “Jika 2×3 = 3+3, tentukan 3×4″, maka jawaban yang seharusnya adalah 4+4+4. “Jika dengan pertanyaan ini anak jawabnya 3+3+3+3, barulah salahkan,” katanya lewat akun Twitter-nya. Namun, bila pertanyaannya hanya 3×4, maka anak bisa menjawab 3+3+3+3 atau 4+4+4. Semuanya benar.”. Demikian komentar kedua profesor kita.
Kemudian muncul di benak saya pertanyaannya, “jika pembahasan matematika di atas adalah potret dari sebuah fakta. Bukankah faktanya sama alias tidak berbeda?” Konsekwensinya, apakah masih diwajibkan dalam pendidikan kita sebuah jawaban benar yang tunggal dalam mengekspresikan sebuah fakta yang sama?
Menurut saya, tidak ada kesalahan pada seorang murid. Sebaliknya, kesalahan muncul dari seorang guru. Jadi, jikalau seorang murid salah, bisa jadi ada problem yang dialami seorang guru dan problema itu tidak keluar dari tiga kemungkinan ini:
- Gurunya tidak paham terhadap materi ajar dan kondisi murid
- Gurunya salah paham terhadap materi ajar dan jawaban murid
- Gurunya memiliki paham yang salah
Semoga kita yang sejatinya telah menjadi guru, minimal guru kehidupan bagi diri sendiri tidak mengidap salah satu dan apalagi semua problema di atas.
Untuk kelas 2 SD yang pemahamannnya belum begitu berkembang sebaiknya diajarkan dengan metode yang tidak membuat sesuai dengan kemampuannya. Toh nanti seiring dengan bertambahnya usia pasti dia akan paham dengan sendirinya.
SukaSuka