TANTANGAN MENDIDIK ANAK DI ERA DIGITAL

pendidikan-anak-di-era-digital-rev-1-untuk-bc0

Kang Masduki
(Trainer & Konsultan pada Soft Skills Indonesia)

Pernahkah kita sebagai orangtua menghitung waktu, dalam sehari, berapa jam kita bekerja ada di kantor? Berapa jam ada di rumah? Berapa jam waktu istimewa untuk anak-anak? (Belum lagi kalau yang pekerjaannya mengharuskan sering dinas ke luar kota berhari-hari).

pendidikan-anak-di-era-digital-rev-1-untuk-bc1

Saya berbagi tulisan seorang sahabat, Mbak Erin Priandini, yang menulis bahwa berdasar pengalaman, biasanya sekitar 2-3 jam kita bertemu anak di pagi hari. Itu pun diselang-selingi aktivitas mandi, sarapan, sambil melakukan pekerjaan rumah tangga, juga persiapan berangkat kerja. Dengan suasana terburu-terburu, sambil mengomel-ngomel, menyuruh anak-anak untuk cepat-cepat bangun, untuk cepat-cepat makan, untuk cepat-cepat pake baju dan sepatu, untuk cepat-cepat berangkat sekolah, dan sebagainya dan seterusnya: semua serba terburu-buru.

pendidikan-anak-di-era-digital-rev-1-untuk-bc2

Kemudian kita menghabiskan waktu 8-10 jam (or even more!) bekerja di luar rumah dan perjalanan menuju dan dari tempat kerja (di mana anak-anak balita kita banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh).

pendidikan-anak-di-era-digital-rev-1-untuk-bc3

Baru bertemu lagi di sore hari menjelang maghrib, di mana kondisi kita sudah lelah, yang mengakibatkan gampang ngomel-ngomel kalau melihat sesuatu yang tidak beres atau anak masih pecicilan dan susah diatur. Kalau pun kita sempat bercengkrama dengan mereka biasanya juga disambi melakukan pekerjaan rumah tangga, atau nonton TV, membaca buku favorit, pegang gadget, dll, dengan alasan ‘me time’ dan 2-3 jam kemudian anak-anak sudah tertidur.

pendidikan-anak-di-era-digital-rev-1-untuk-bc

Jadi, jangan protes kalau anak balita kita jadi hapal banyak lagu orang dewasa, mengerti berbagai jenis sinetron dan gossip infotainment, jadi penakut (karena sering ditakut-takuti sama hantu oleh si pengasuh, kalau tidak menurut), jadi suka menyalahkan orang lain (karena kalau jatuh, pengasuhnya memukul lantainya sebagai tanda yang salah itu lantainya), atau ngomong tidak sopan, karena ketularan kebiasaan yang mengasuh, jadi kecanduan games dan TV (karena ketularan si pengasuh).

Jangan salahkan si mbak pengasuh/ART, kalau mengajari anak-anak kita yang tidak benar dan tidak baik.

Harap maklum:

– kan mereka bukan orang pandai seperti ibu yang lulusan sarjana dari universitas ternama,
– kan mereka bukan lulusan terbaik ketika sekolah,
– kan mereka ‘hanya’ lulusan SD atau SMP,
– Mungkin mereka juga masih bocah belasan tahun yang masih asyik dengan dunia remajanya,
– Mungkin juga belum pernah punya anak.

Jadi jangan berharap mereka bisa cerdas mengasuh anak kita. Jangan harap mereka curious dan paham berbagai teori ilmu parenting seperti kita (apalagi dengan penuh kesabaran menerapkannya kepada anak kita).

Sekali lagi ingat ya? Kan katanya mereka ‘hanya’ lulusan SD atau SMP.

Bagaimana kalau kita cari pengasuh yang pandai??

Masalahnya sekarang bukan lagi urusan bisa bayar atau tidak… Masalahnya, lha wong cari yang kurang pandai saja susah…

Lah, lalu bagaimana kita bisa mengasuh anak-anak kita dengan zaman digital yang tanpa batas ini?

Yuk…kita sharing di sesi seminar parenting ini.

Perlu untuk training & seminar parenting. Silakan menghubungi: 0813-8099-3677; 0812-6374-6772; 0812-8378-5192; 0838-1231-2014